PH -02

"Kamu kenapa sih? Beberapa hari ini, aku lihat kamu seperti menjauh dariku?" tanya Bayu pada Dira. Terdengar kesal dan khawatir saat ia mengatakannya.

Siang itu seperti biasanya Nadira menghabiskan waktunya di taman kampus sambil membaca buku ditemani semilir angin. Untung saja taman ini sangat sejuk sehingga panasnya matahari tidak terasa oleh Nadira.

Dira masih diam tidak menanggapi ucapan Bayu.

"Nad... Nadira, kamu kenapa sih! Sejak tadi kamu diam terus? Kamu dengar nggak aku ngomong apa?" Bayu terlihat mulai kesal dengan sikap Nadira ini.

"Aku dengar Bay, hanya saja lagi sariawan jadi malas bicara," jawabnya singkat.

Bayu menatap Nadira, diamatinya setiap inci wajahnya. Dira menoleh ke arah Bayu. Tatapan mata mereka bertemu. Membuat Dira merasa gugup dan salah tingkah. Ini pertama kalinya mereka saling bertatapan seperti itu.

Bayu merasakan hal lain saat menatap mata Nadira. Kesepian dan kesedihan itulah yang dilihat dari mata hitam jernih Nadira.

"Kamu ada masalah, Nad?"

"Sok tahu kamu," ketus Dira menjawabnya.

"Kamu tahu, tanpa kamu bilang aku bisa tahu kok?"

Nadira mengerutkan dahinya. "Apaan sih, aku baik kok. Dan nggak punya masalah. Lagian kamu tahu dari mana? Jangan-jangan kamu dukun?" Nadira berusaha melucu, namun terkesan garing di telinga Bayu.

Bayu diam dan tidak menanggapi ucapan Nadira. "Dari mata kamu Nad. Aku bisa lihat ada yang kamu simpan sendiri?"

Ucapan Bayu membuat Dira terdiam, Dira tidak menampik, jika selama ini Bayu selalu tahu tentang dirinya kecuali satu tentang perasaannya yang tidak Bayu sadari atau mungkin saja Bayu tahu tapi ia berpura-pura tidak tahu. Bahkan terburuknya bisa saja Bayu tidak menyukainya.

Dira tersenyum ke arah Bayu. Diraihnya kedua tangan Bayu dan digenggamnya kuat seraya berkata, "Aku baik kok Bay, percaya deh, aku hanya ingin sendiri saja."

Bayu seakan terhipnotis akan perkataan Dira. Ia pun tersenyum pada Dira. Lalu memeluk sahabatnya itu. "Kapan pun kamu ada masalah dan butuh aku, aku akan selalu ada buatmu."
Ditariknya Dira ke dalam pelukannya. Membuat tubuh Dira seketika itu juga menegang. Jantungnya berdetak cepat. "Oh tidak kuharap Bayu tak mendengar jantungku ini berdetak kencang."

Dira berusaha melepas diri dari Bayu. "Ih... apaan sih main peluk, kalau orang lihat dan fikir macam-macam kan nggak enak tahu." Bayu melepas pelukannya, tertawa cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang seakan gatal, padahal tidak.

Mereka saling diam lagi. Tidak ada yang bicara. Dira masih berusaha menetralkan jantungnya, sementara Bayu entahlah hanya ia yang tahu. Suasana hening itu tidak berlangsung lama karena Dira akhirnya mulai angkat bicara pada Bayu.

"Makasih Bay."

Bayu hanya menanggapinya dengan senyuman.

Selanjutnya hanya hening yang dilalui mereka berdua. Bayu dan Nadira dengan fikirannya masing-masing.

@@

Ela tersenyum bahagia menatap boneka pemberian Bayu. Sampai hari ini ia masih tidak menyangka jika Bayu adalah kekasihnya. Cinta pertamanya akhirnya tersambut. Ela jatuh hati sejak pertama kali melihat Bayu. Ia ingat saat itu, dimana ia tak sengaja menabrak Bayu. Awalnya Ela ragu jika Bayu menyukainya, hal ini karena Dira selalu bersama Bayu bahkan kedua orang tua masing-masing pun sangat dekat dengan mereka. Sampai hari itu saat Ela mengajak Dira berkunjung ke rumah neneknya Ela akhirnya tahu jika mereka sahabat dan tidak lebih. Sejak hari itu Ela berusaha mencari perhatian Bayu, dan siapa sangka gayung bersambut. Bayu pun menyukainya.

Ela masih memeluk boneka teddy bearnya seakan - akan boneka itu adalah Bayu. Senyum terus tersungging di bibirnya. Tidak ada kata yang mampu mengungkapkan betapa bahagia hatinya saat ini.

"Duh anak mama dari tadi senyum-senyum terus." Alena sedikit menggoda putrinya itu.

"Eh mama," tawanya cekikikan ke luar dari bibirnya.

"Dari Bayu?" Tanya Lena mamanya, seraya melirik boneka dalam pelukan Ela. Ela menganggukkan kepalanya seraya tersenyum pada sang mama.

"Jadi, beneran ucapan Bayu waktu di rumahnya kemarin. Kalian beneran pacaran?" Ela merona, wajahnya memerah dengan pertanyaan sang mama.

"Iya," jawab Ela malu-malu.

Lena tersenyum pada sang putri mengusap lembut juntai rambut putrinya yang panjang. "Anak mama sudah besar, sudah jadi gadis, sudah bisa pacaran nggak lama lagi bakal punya suami nih."

"ih, mama apaan sih. Masih lama kali, ma! Ela kan mau kuliah dulu. Nikah mah nanti."

Elena tersenyum pada putrinya. Diusapnya kembali dengan lembut rambut putrinya itu. "Nggak papa kok La nikah muda, kan bagus pas anak-anak sudah besar kamunya masih muda contohnya mama."

"Ih mama nggak ah. Ela nggak mau nikah muda. Ela mau kuliah dulu, mau kerja dulu. Ela kan mau jadi disigner ma. Urusan nikah mah belakangan. Lagian Bayu juga masih kuliah."

Elena tersenyum pada putrinya. Ia merasa lucu saat melihat wajah Ela yang menekuk dan bibirnya mengerucut mendengar godaannya. "Mama ngikut saja kemauan kalian asalkan ingat jaga diri ya, jangan macam-macam."

"Siip ma. Ela janji nggak akan macam-macam hanya satu macam saja."

"Kamu mulai nakal ya! Goda Lena pada putrinya sambil mencubit hidung Ela.

"Mama sakit tahu. Hidungku nanti tambah pesek. Mas Bayu bisa ilfeel." Manja Ela mengatakannya.

"Ciee iele... yang sudah manggil mas masan." Bukannya menghentikan Lena semakin menggoda putrinya.

"Apaan sih ma. Sudah donk jangan goda Ela lagi. Kan malu. Lihat nih, pipinya Ela sudah memerah.

Lena tertawa. Melihat putrinya yang terlihat bahagia seperti ini sudah cukup membuatnya senang. Lena memeluk putrinya erat. "Mama akan selalu mendukung apapun yang kamu putuskan. Mama mendoakan semoga hubungan kamu dan Bayu bisa berakhir kepelaminan."

Yang langsung diaminkan Ela.

Ela bersyukur memiliki orang tua yang sangat perhatian dan penyanyang juga lembut. Papanya pun begitu sangat terbuka terhadap dirinya. Ela merasakan kehidupan yang sempurna memiliki orang tua dan pacar yang perhatian padanya.

Drrtttt....

Suara ponsel Ela berbunyi. Lena melepaskan pelukannya. "Dari Bayu?"

Yang dijawab anggukan oleh Ela. Seakan mengerti, Lena berdiri berjalan ke luar dari kamar Ela. Memberikan putrinya privasi. "Jangan tidur terlalu malam La," ujarnya kembali sebelum menutup pintu kamar Ela.

"Halo... assalamualaikum," sapa Bayu dari balik ponselnya.

"Waalaikumsalam wr.wb..." jawab Ela. Dari balik ponselnya Bayu bisa membayangkan raut wajah Ela yang bisa ia jamin terlihat bahagia.

"Kamu sudah tidur?" Ela tersenyum, perhatian kecil namun mampu membuatnya bahagia.

Ela menggeleng, "bodoh," ujarnya tanpa sadar.

"Siapa yang bodoh?" Terlihat bingung saat Bayu menanyakannya.

Upssss, Ela merutuki dirinya. Sempat-sempatnya dirinya berbuat bodoh seperti ini.

"Yank... kamu kok diam? Kamu masih disana kan?"

"I... iya... aku ada kok." Terbata-bata Ela mengatakannya, berusaha menutupi rasa gugupnya.

"Lagi buat apa?"

"Terima telephone kamu."

"Kenapa belum tidur?"

"Nggak bisa tidur. Kamu sendiri kenapa belum tidur?"

"Aku kangen sama kamu." Rona merah seketika muncul di kedua pipi Ela. Senyum tipis tersungging dibibirnya. Ela bersyukur Bayu tidak melihatnya. Ia bisa malu jika sampai Bayu melihat hal tersebut.

"Bohong." Berpura-pura Ela merajut. Tidak percaya akan perkataan Bayu.

"Ih, serius yank."

"Kalau nggak bohong artinya gombal."

"Serius yank. Aku tuh kangen banget sama kamu. Coba gih, buka jendela kamu dan lihat kedepan!"

Dahi Ela mengerut saat mendengar ucapan Bayu. "Emank ada apa di sana?"

"Nggak usah nanya yank, kamu buka aja."

Ela berjalan ke arah jendela kamarnya. Kemudian mulai dibukanya Jendela tersebut dan di sanalah ia bisa melihat dengan jelas Bayu tengah duduk di balkon kamarnya sambil memegang gitar.

Bayu tersenyum dan melambaikan tangan saat melihat Ela sudah berdiri di balik jendela. "Lagu ini khusus buat kamu gadisku yang paling cantik dan kusayangi, Elena."

Wajah Elena memerah, jantungnya berdebar kencang. Sungguh ini adalah malam terindah yang pernah ia lalui. Tidak menyangka Bayu akan bertindak seromantis ini. "Ah, Bayu kau benar-benar membuatku tidak bisa tidur malam ini."

Petikan gitar dan suara merdu Bayu mulai mengiringi Bayu menyanyikan lagu "SEMPURNA dari Andra and the BackBone"

Kau begitu sempurna

Di mataku kau begitu indah

Kau membuat diriku akan slalu memujimu

Di setiap langkahku

Ku kan slalu memikirkan dirimu

Tak bisa kubayangkan hidupku tanpa cintamu

*

Janganlah kau tinggalkan diriku

Takkan mampu menghadapi semua

Hanya bersamamu ku akan bisa

Reff:

Kau adalah darahku

Kau adalah jantungku

Kau adalah hidupku

Lengkapi diriku

Oh sayangku, kau begitu

Sempurna.. Sempurna..

Kau genggam tanganku

Saat diriku lemah dan terjatuh

Kau bisikkan kata dan hapus semua sesalku

Bayu menyanyikan lagu itu persis sepert judul lagu tersebut sempurna. Ditambah suasana malam yang bertaburan bintang pun semakin menambah kesan romantis.

"Apa kau suka?" harap-harap cemas Bayu menanyakannya. Khawatir Ela tidak menyukainya.

"Tentu saja aku menyukainya, bahkan sangat menyukainya." Antusias Ela mengatakannya. "Terima kasih sayang."

"I Love You Elena, mimpikan aku ya sayang." Bayu mengatakannya sembari mengecup ponselnya.

" I Love You too sayang." Yang juga berakhir dengan ciuman diponselnya.

Elena pun menutup jendela kemudian naik ke atas ranjangnya. Pelan tapi pasti matanya mulai meredup dan membawanya kealam mimpi. Sekalipun tidur, bibirnya terus tersenyum. Mungkin dalam mimpinya pun, Bayu tengah bernyanyi sekali lagi untuknya atau mungkin hal romantis lainnya yang Bayu beri untuknya.

Namun, hal berbeda di kamar lainnya. Air mata Dira mengalir deras saat melihat pemandangan indah di depannya. Bayu begitu menghayati lagu yang ia nyanyikan untuk Ela. Siapa pun yang melihat dan mendengarnya, mereka pasti akan tahu jika Bayu begitu mencintai Ela.

Melihat itu Dira merasa marah dan ingin berteriak. Ingin memaki Ela yang berani hadir diantara dirinya dan Bayu. Memaki Bayu yang tidak pernah mau melihat hatinya. Memarahi Bayu yang hanya menganggapnya sebagai sahabat. Memukul Bayu karena sudah menyakiti hatinya.

Dira menangis namun tidak beranjak dari posisinya sejak Bayu mulai bernyanyi hingga Bayu menghilang masuk ke dalam kamarnya. Dira menatap langit malam. Hatinya bertanya aku yang duluan menyukaimu Bayu, tapi mengapa dia yang kau pilih?. Harusnya aku tidak menyaksikan kejadian malam ini.

Dira terus merutuki dirinya. Memarahi dirinya yang begitu bodoh menyaksikan adegan tersebut. Harusnya ia menutup jendelanya rapat-rapat. Bahkan dengan bodohnya, ia berjalan ke arah balkon kamarnya. Harusnya ia mengabaikan apa yang ia lihat. Tapi, rasa penasaran membuatnya saat ini harus merasakan rasa sakit. Sakit untuk kesekian kalinya.

Dalam keheningan Dira masih terdiam berdiri di balkon kamarnya. Dinginnya angin tidak mampu meredam perih dihatinya. Dipeluk tubuhnya dalam dan kuat seakan ingin memberikan perlindungan pada hatinya kalau semua akan baik-baik saja. Tapi nihil matanya terus mengeluarkan cairan bening. Dira menangis dalam diamnya.

Dira terus menangis. Tangisanya terdengar pilu dan menyanyat hati yang mendengarnya. Untung saja semua orang telah tidur, hingga tidak ada satupun yang mendengarnya menangis. Namun, tanpa ia sadari seseorang tengah menatapnya dari sebelah balkon kamarnya.

Entah berapa lama ia menangis, atau mungkin air matanya telah habis. Dira menarik napas dalam-dalam. Sekuat tenaga menahan perih yang ia rasakan. Dira menatap langit malam, tersenyum kecut, "Bahkan perlahan bintang dan rembulan pun mulai bersembunyi."

Puas meluapkan kesedihannya Dira hendak berbalik ke kamarnya. Namun, matanya tanpa sengaja melihat Bayu yang kembali berdiri di balkon menatapnya intenz.

Entah sejak kapan Bayu di sana. Yang pasti sekalipun ada jalanan yang membatasi mereka. Bayu dan Dira seakan bisa menatap dan saling melihat dari jarak dekat.

Sementara Bayu disebalah sana seakan tahu, jika Dira menangis. Tangisan Dira yang pilu dikeheningan malam bahkan bisa ia dengar sekalipun samar. Bayu sejenak berpikir mungkin saja ia salah. Namun, melihat Dira mengusap matanya, ia tahu ada yang salah dengan gadis itu. Ia tahu, Dira menangis. Dan hatinya pun bertanya, mengapa Dira menangis?

Sementara disisi lainnya Dira bertanya, "Apa Bayu tahu aku menangis karenanya?"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PH-09

Cinta tanpa Batas

PH-10